![]() |
| @Desa |
Sejarah
Desa
Pada Tahun 1875 dikala itu datanglah
seorang laki-laki yang bernama “MARENGKE” dari negeri Sula Besi (Kep.Sula) dengan
menggunakan perahu juangan sebagai tumpangannya. Seorang diri Beliau mengarungi
lautan melintasi Selat Capalulu (Selat antara Pulau Makian dan Ternate) menuju
ternate. Ditengah perjalaannya yang panjang ketika perahunya diterjang angin
dan badai si MARENGKE kehabisan tenaga, dayungnya pun tak lagi kuat membelah
lautan, tiba-tiba datang seekor hiu yang amat besar menyambar perahunya seakan
menawarkan jasa untuk mengantarnya sampai ke tempat tujuan.
Dengan siripnya yang kekar perahu yang ditumpangi Marengke pun
akhirnya melabuhkan Sauhnya di pulau Ternate. Sebagai ucapan terima kasih,
Marengkepun memberikan Tujuh butir beras dan hiu itupun pergi. Dari ternate
Marengke malanjutkan pelayarannya menuju jazirah Barat Halmahera tepatnya dan
akhirnya tibalah Maregke di sebuah pemukiman penduduk yang bernama Payo.
Marengke pun akhirnya berbaur dengan masyarakat setempat dan
menetaplah dia disana dalam waktu yang cukup lama.
Beriringnya waktu akhirnya Marengke menemukan wanita idman
hati sampai akhirnya mereka menikah dan dikaruniai seorang anak laki-laki yang
diberinama Idris. Sayangnya rumah tangga mereka hanya seumur jagung karena
ditinggal mati istrinya.
Duka mendalam sangat dirasakan oleh Marengke, hari-hari
berhisakan duka, rindu dan cinta terhadap istrinya.
Beberapa tahun kemudian akhirnya marengke memilih untuk
kembali ke negeri asalnya sula besi dengan membawa anaknya Idris walau terasa
berat meninggalkan makam istri tercinta. Sampailah mereka di negeri asal dan
tak lama kemudian Marengke pun Menikah lagi.
Idris pun di asuh dan dirawat oleh ibu tirinya. Kehidupan
Idris diperlakuan buruk namun dia bertahan.
Hingga merasa cukup dewasa, Idris pun memilih utuk kembai ke
negeri kelahirannya di Payo dan memilih untuk tidak kembali ke Sula Besi karena
kecewa dengan sikap ibu tirinya.
Untuk menghilangkan jejaknya Idris pun menghilangkan jejaknya
dengan mengganti nama dengan ‘ULAMA’’.
Pada tahun 1900 Ulama mengajak beberapa penduduk setempat
untuk bertani dibukit sebelah utara Payo dan pada saat yag bersamaan Ulama
diangkat sebagai Ketua dalam kegiatan pertanian tersebut.
Kegiatan pertanian inilah yang menjadikan cikal bakal lahirnya
perkampungan kecil dipesisir utara Payo dan Bobo dan kemudian perkampungan
tersebut dbagi dua (2) bagian (Soa Faahu & Soa Facei).
Soa Facei mendiami pesisir Utara sampai ke Barat, sedangkan Soa Falahu mendiami pesisir Utara ke Selatan.
Suatu waktu ada sekelompok nelayan yang melntasi mengunakan perahu giop (sebutan perahu yang digunakan kelompok nelayan) di depan perkampungan Facei dan Falahu, tiba-tiba dihadang oleh angin topan yang mengakibatkan gelomang besar sehingga atas insyatif Saihu (Pemimpin Keompok Nelayan) mengajak anggota kelompoknya dengan Bahasa Daerahnya “Sari isa” yang bermaksud “Singgah ke Darat”.
Ketika cuaca membaik, keompok nelayan tersebut melanjutkan kegiatan melaut diseputaran pantai Jailolo. Akan tetapi perkampungan Facei & Falahu selalu menjadi tempat kembali untuk menjual hasil tangkapan mereka. Lambat laun terkesan hubungan antara kelompok nelayan tersebut dengan masyarakat setempat terjalin baik sehingga sebagai “OTI MA AO” sebutan ABK Kapal memilih berkeluarga dan hidup menetap diperkampungan Falahu – Facei.
Proses
asimilasi dan pembaruan masyarakat ini terjadi bukan hanya suku Tidore yang
menjadikan Facei dan Falahu sebagai tempat persinggahan kan tetapi suku Wayoli
juga menjadikan Falahu dan Facei sebagai tempat persinggahan.
Hal
mengharuskan adanya seorang pemimpin yang bijaksana agar dapat mengatur
stabiitas keamanan dan hbungan sosial masyarakat antara mereka, maka dipiihlah
Ulama Marengke sebagai “MAHIMO” atau
yag dituakan sebagai pemimpin.
Dan
sebutan untuk Facei dan Falahu untuk perkampungan ini diganti dengan nama “SARIA”.
Dengan
tidak menghilangkan Facei dan Falahu begitu saja namun dijadikan “Soa” atau lingkungan sebagai Falahu-
Facei dan asing-masing soa dipilih salah seorang sebagai ketua. Sebutlah itulah
kondisi pada saat itu.
Berikut adalah daftar para pimpinan kelompok masyarakat di
Saria :
1. Ulama Marengke dengan keemimpinan selama 40 Tahun antara tahun
1900 s/d 1940 (Terhitung sejak diangkat menjadi Mandor atau ketua Kelompok);
2. Karim Jagaruna Memimpin dari Tahun 1941 s/d 1946
3. Bajo Husin (1947 s/d 1982)
4. Mahmud M.T (1983 s/d 1993)
5. Alim (1994 s/d 2000)
6. Mudrik Sadik (2000 s/d 2006)
7. Hasim Hi Muhammad (2006 s/d 2012)
8. Samsudin Badjo (2012 s/d - )
9. Atman Hasan ( 2022 s/d 2020 )

0 Comments :
Berikan Komentar Anda